Minggu, 22 Mei 2011

Ember Bocor yang Merasa Sedih

Ember Bocor yang Merasa Sedih
Willy Yanto Wijaya

Udara dingin pegunungan menyusup di sela deraian daun. Kemilau jingga keemasan mentari senja tampak memantul berganti-gantian di permukaan air yang beriak dalam dua ember yang dipikul seorang petani. Sebuah rutinitas yang tampaknya dijalani dengan keriangan hati.


Dalam hempasan nafas lelah yang panjang, tersirat binar kepuasan dalam raut wajah sang petani pembawa ember air tersebut. Akan tetapi, suatu kala terjadi sesuatu di antara dua ember yang dipikul petani tersebut. Salah satu ember berujar kepada ember yang lain, “Hei, cobalah lihat dirimu ember bocor, bercerminlah. Sadarkah engkau setiap hari membuang setengah dari air yang terisi penuh?” Ember bocor kaget dan menyadari ada sebuah lubang halus pada dirinya. Sepanjang perjalanan, air yang dibawanya perlahan menetes keluar dan tersisa setengahnya ketika sampai di tujuan.

Kesedihan mulai mengaduk-aduk perasaan ember bocor. Ia mulai merasa dirinya ember yang tidak berguna. Ia tidak dapat memberikan yang terbaik kepada sang petani. Setiap hari ia hanya merasa menjadi beban, merugikan petani setengah dari kapasitas yang mestinya bisa ia bawa. Hari demi hari, batin ember bocor terasa semakin hampa dan tersiksa.
Suatu hari, petani menyadari ember bocor yang sedang menangis. Petani menanyakan alasan mengapa ember bocor merasa sedih. Setelah memahami semuanya, petani tersenyum sambil memandang hamparan langit biru kemudian berujar, “Tahukah engkau kenapa aku bahagia memilikimu? Meskipun sepanjang perjalanan engkau meneteskan separuh air yang dibawa…”

Ember bocor terperanjat dan bergumam, “Ke-ke-kenapa??” Petani melanjutkan, “Lihatlah hamparan jalan yang kita lalui setiap hari. Salah satu sisi jalan ditumbuhi oleh bunga-bunga yang indah bukan? Tahukah engkau bunga-bunga itu tumbuh karena tetesan air yang jatuh darimu? Karena ‘ketidaksempurnaan’ yang engkau milikilah, bunga-bunga indah tersebut tumbuh berkembang.”
Suatu perasaan ringan spontan menggelora dalam diri ember bocor. Ya, dalam segenap kekurangan dan keburukan, ternyata masih ada keindahan yang dapat tumbuh. Keindahan yang mengalir bersama kuntum-kuntum bunga yang tersenyum.

source : http://dhammacitta.org/artikel/ember-bocor-yang-merasa-sedih/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar