Sabtu, 21 Mei 2011

Sariputra

SARIPUTRA


Anak Delapan Tahun yang Pandai Berdebat
Sariputra dilahirkan di Kerajaan Magadha di India Selatan, di Desa Upatissa, dekat Ibukota Rajagaha.
Ayah Sariputra, Vanganta, adalah seorang yang pandai berdebat dan terkenal. Sariputra juga dapat berbicara dengan sangat baik walaupun masih muda. Ketika ia baru berumur delapan tahun, ia telah terkenal pandai berdebat di seluruh kerajaan. Raja sangat menyukai Sariputra. Suatu hari, setelah mendengarkan debat Sariputra, raja sangat senang dan gembira, sampai kemudian sebuah desa diberi nama Sariputra.
       Semua orang di kerajaan memuji kecerdasan dan kecerdikan Sariputra.


Meninggalkan Rumah untuk Mencari Guru Terkenal
       Ketika Sariputra berusia duapuluh tahun, ia mengucapkan selamat tinggal kepada orangtuanya dan pergi ke berbagai tempat untuk belajar dan mencari kebenaran hidup. Sariputra belajar dari berbagai guru, tetapi tak seorang pun dapat memuaskannya. Sariputra mempunyai teman baik bernama Moggallana, yang juga seorang yang sangat istimewa. Keduanya sering risau karena tidak dapat menemukan seorang pun guru yang lebih baik daripada mereka berdua.
       Akhirnya, Moggallana hanya dapat berkata, “Mungkin tak ada seorang pun di dunia ini yang lebih tahu daripada kita!”
       “Ya! Aku pun berpikiran sama!” angguk Sariputra.
       Oleh karena itu, Sariputra dan Moggallana menerima banyak murid dan menjadi guru.
Suatu hari, Sariputra bertemu dengan salah seorang siswa Buddha, Assaji, di sebuah jalan di Rajagaha. Sariputra melihat bahwa Assaji sangatlah tenang dan ramah. Sariputra tidak tahan untuk tidak mendekat Assaji dan bertanya, “Yang Mulia, bolehkah saya tahu nama Anda? Di manakah Anda tinggal?”
       “Oh! Saya Assaji. Saya tinggal di Vihara Veluvana, tidak jauh dari sini.”
       “Beritahulah saya, siapa guru Anda. Apa yang biasa diajarkan olehnya?” Sariputra bertanya lagi.
       “Guru saya adalah Buddha Sakyamuni. Beliau mengajarkan kepada kami tentang kebenaran dan kehidupan.”
       Sariputra bertanya lagi dengan serius, “Maukah Anda menceritakan kepada saya beberapa ajaran-Nya?”
       Kemudian Assaji menjelaskan beberapa ajaran penting dari Buddha. Setelah mendengarkan ajaran-ajaran tersebut, Sariputra sangat gembira dan berseru, “Wow! Ini sangat menakjubkan, sangat menakjubkan! Saya harus mengunjungi Buddha suatu hari!”

Bernaung Kepada Buddha
       Sariputra bergegas menemui Moggallana. Moggallana melihat senyum berseri-seri di wajah Sariputra dan bertanya, “Sariputra! Kenapa kamu begitu gembira?”
       “Oh! Sungguh luar biasa, akhirnya aku menemukan seorang guru,” Sariputra berkata seraya tersenyum.
       Begitu mendengar ini, Moggallana berkata dengan nada tidak percaya, “Bukankah kamu bilang bahwa kita adalah orang yang paling pintar di dunia? Siapa lagi yang pantas menjadi guru kita?”
       “Tidak! Kita terlalu percaya diri, seperti katak di sumur yang memandang langit, buta akan luasnya dunia!” Sariputra berkata dengan nada serius. Lantas ia menceritakan pertemuannya dengan Assaji di jalan dan penjelasan Assaji tentang ajaran Buddha.
       “Guru yang luar biasa! Kita tidak pernah terpikir tentang ajaran seindah itu, bahkan mimpi pun tidak! Mari pergi dan bernaung kepada Buddha!” Moggallana berkata dengan semangat.
       Oleh karena itu, Sariputra dan Moggallana memimpin duaratus siswa mereka ke Vihara Veluvana dan memberikan hormat kepada Buddha sebagai guru mereka. Sariputra dan Moggallana ditahbiskan sebagai siswa Buddha. Mereka menjadi pendamping Buddha yang sangat cakap dan memberikan jasa yang luar biasa dalam masa-masa awal penyebaran Dharma.

Mengalahkan Kaum Brahmana
       Setelah Buddha Sakyamuni menemukan kebenaran, pada awalnya ajaran-Nya disebarkan ke India bagian Selatan. Kemudian, ajaran Buddha perlahan menyebar ke bagian Utara. Di bagian Barat ada sebuah pusat Buddhis yang disebut Vihara Jetavana. Pada waktu itu, Vihara Jetavana masih dalam tahap pembangunan dan Buddha memerintahkan Sariputra untuk mengawasi proses pembangunannya.
       Awalnya, orang-orang India percaya kepada ajaran para Brahmana, sehingga selama pembangunan Vihara Jetavana, banyak pengikut para Brahmana yang memikirkan berbagai cara untuk merusak. Mereka menantang Sariputra berdebat. Jika sariputra kalah dalam debat, pembangunan Vihara Jetavana harus langsung dihentikan. Sariputra setuju.
       Selama debat, ada lebih dari seribu pengikut Brahmana yang datang, sedangkan Sariputra adalah satu-satunya wakil Buddhis yang naik ke panggung untuk berdebat. Siswa-siswa Buddhis sangat khawatir tetapi Buddha tak khawatir sama sekali. Buddha meyakinkan siswa yang lain. Sendirian saja dia dapat mengalahkan ribuan, bahkan jutaa, dari mereka.”
       Betul saja, sariputra memenangkan debat tersebut. Banyak pengikut Brahmana yang malah menjadi siswa Buddha dan pembangunan Vihara Jetavana pun berjalan dengan lancar.

Mengalah Demi yang Lain
       Sariputra tidak hanya sangat pintar, beliau juga sangat rendah hati dan toleran. Pada suatu dini hari, ketika Buddha berada di Vihara Jetavana, Buddha menemukan Sariputra bermeditasi di bawah pohon di luar. Buddha bertanya dengan penuh perhatian, “Sariputra, kenapa engkau tidur di luar?”
       Sariputra menjawab, “Buddha! Kemarin malam banyak orang datang; semua kamar telah penuh.”
       Buddha bertanya, “Kamarmu sendiri bagaimana?”
       “Kamar saya telah dipakai oleh mereka, jadi saya bermeditasi di sini saja,” Sariputra menjawab dengan hormat.
       “Engkau sampai harus mengalami ini, Sariputra!” Buddha berkata dengan penuh belas kasih.
       “Tidak masalah bagi saya untuk bermeditasi di sini. Udara di luar segar dan sebenarnya lebih mudah untuk berkonsentrasi di sini,” Sariputra menjawab dengan tenang.

Nasihat Terakhir
       Sariputra mencurahkan hidupnya untuk penyebaran Dharma dan berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada usia delapan puluh tahun, beliau membuat persiapan untuk kembali ke kampung halamannya, Upatissa. Sariputra berencana untuk mencapai Nibbana dengan tenang di sana.
       Mendengar berita ini, banyak umat yang menangis sedih. Sariputra menenangkan mereka, “Saudara-saudari, tidak ada satu pun di dunia ini y ang kekal. Kematian jasmani adalah hal yang wajar, saya akan pergi ke Nibbana. Kenapa kalian bersedih?”
       Mendengar ucapan Sariputra, beberapa orang mengatasi kesedihannya dan meminta, “Yang Mulia, mohon berikan ajaran terakhir Anda.”
       “Baiklah. Sejak kelahiran terdahulu yang tak terhitung, saya telah bertekad agar dapat terlahir dalam masa yang sama dengan Buddha dan menjadi siswa Buddha. Sekrang saya telah memenuhi tekad ini, dan juga mencapai pencerahan. Mari bergembira. Saudara sekalian, kita sangat terberkahi karena dapat menjalankan Dharma di bawah bimbingan Buddha. Kita tidak boleh membuang waktu. Praktikkan Dharma dengan rajin. Janganlah menyia-nyiakan kesempatan langka ini!”
       Akhirnya Sariputra mencapat Nibbana dengan tenang. Kita akan selalu mengenang Sariputra, siswa Buddha yang paling unggul dalam kebijaksanaan.

4 komentar: