Minggu, 09 Januari 2011

Kasmaran


Kasmaran
Saat kita sedang mabuk cinta kita hanya meilhat bata bagus di tembok pasangan kita. Itulah yang ingin kita lihat, jadi itulah yang kita lihat. Kita ini suka menyangkal. Pada kemudian hari ketika kita menghadapi pengacara untuk mengurus perceraian, kita hanya melihat bata jelek di tembok pasangan kita. Kita terbutakan oleh sifat – sifat yang tidak kita sukai. Kita tidak ingin melihat itu jadi kita tidak melihatnya. Lagi – lagi kita menyangkal.


Apa sebabnya kasmaran dapat terjadi di keremangan cahaya di klub malam, atau di keintiman makan malam dengan cahaya lilin, atau pada suatu malam di bawah sinar rembulan? Itu karena pada situasi – situasi tersebut, anda tidak dapat melihat jelas jerawatnya, atau gigi palsunya. Dan di bawah remang cahaya, khayalan kita terbang bebas mengkhayalkan wanita di hadapan anda sebagai super model, atau pria itu kelihatan seperti bintang film. Kita ini menyukai fantasi dan kita berfantasi dalam cinta. Setidaknya kita jadi tahu apa yang kita lakukan.

Para Bhikkhu tidak ada dalam percintaan bercahaya lilin, tetapi mereka menyalakan cahaya realita. Jika kau ingin bermimpi, jangan pergi ke vihara. Pada tahun pertama, kami sebagai bhikkhu berasal dari Timur Laut Thailand, saya berpergian dengan mobil, duduk di belakang bersama seorang samanera dan seorang bhikkhu Barat beserta Ajahn Chah, guru saya, yang duduk di samping saya. Ajahn Chah tiba – tiba menoleh ke belakang melihat samanera Amerika yang duduk di sebelah saya lalu mengatakan sesuatu dalam bahasa Thay. Si bhikkhu ketiga yang fasih berbahasa Thay lantas menerjemahkan perkataan Ajahn Chah, “Ajahn Chah bilang bahwa kamu sedang memikirkan pacarmu di LA sana”.

Rahang si samanera muda seolah copot ke lantai mobil saking kagetnya. Ajahn Chah telah membaca pikirannya dengan akurat. Ajahn Chah tersenyum, dan kata – kata berikutnya diterjemahkan sebagai, “Jangan khawatir kita bisa mengatasi itu. Lain kali kalau kamu menulis surat kepada si dia mintalah dia mengirimkan sesuatu yang pribadi buat mu, sesuatu yang berkaitan dengannya, yang bisa kamu bawa – bawa ketika kamu rindu kepadanya, untuk mengingatkan kamu akan dirinya.”

“ Apa itu boleh bagi seorang bhikkhu ?” tanya samanera tadi.

“Tentu saja”, kata Ajahn Chah.

“Barangkali para bhikkhu memahami soal percintaan setelah ini.”

Apa yang dikatakan oleh Ajahn Chah berikutnya memerlukan waktu yang lama untuk diterjemahkan, sebab si penerjemah harus menghentikan tawa dan menenangkan dirinya dulu.

“Ajahn Chah bilang…” Si penerjemah berjuang menahan tertawa untuk mengeluarkan kata – kata berikut, sembari menghapus air mata geli dari matanya. “Ajahn Chah bilang kamu harus minta si dia untuk mengirimkan sebotol tahi(feses)nya. Lalu kapanpun kau kangen dengannya kamu bisa mengambil dan membuka botol itu !”.

Ya, itu kan sesuatu yang pribadi. Dan saat kita mengungkapkan cinta kepada pasangan kita, bukankah kita sering mengatakan bahwa kita mencintai segala sesuatu dari dirinya? Nasihat yang sama juga berlaku bagi seorang biarawati yang kangen kepada cowoknya.

Sudah saya katakan, jika anda menginginkan fantasi asmara, minggat saja dari vihara kami.

Diambil dari buku “Membuka Pintu Hati” karangan Ajahn Brahm.

Cerita ini mengajarkan kita bahwa kita tidak terlalu melekat pada sesuatu hal. Kelekatan, pengharapan, fantasi, dan ketergantungan akan menyebabkan penderitaan yang sangat lama.

Be Creative, Be Positive, Be Happy.
 Cebonk Community. http://cebonkcommunity.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar