Jumat, 18 Maret 2011

Sikap Mental Yang Patut Dicontoh
Penulis : Tim AndrieWongso.com
Jumat, 18-Maret-2011
Antrean tertib warga Jepang di sebuah supermarket di daerah Sendai, Kamis (17/3)


Dunia berdecak kagum dengan mentalitas masyarakat Jepang. Setelah terjadi bencana gempa dan tsunami yang mematikan, mereka tetap mengantre dengan tertib di supermarket untuk mendapatkan bahan makanan. Tidak ada rebutan, tidak ada penjarahan, tidak ada kerusuhan!

Ketertiban, tidak hanya terlihat di supermarket saja. Ketika gempa berkekuatan 9 SR baru saja terjadi (Jumat sore, 11/3), lalu lintas macet total. Namun, penduduk Jepang tetap bersikap tenang menghadapinya.

"Lalu lintas bagai di neraka dan sering kali hanya satu mobil dapat berjalan ketika lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Tapi semua begitu tenang, mengemudi dengan aman, dan memberikan jalan kepada satu sama lain," ucap salah salah satu pengendara, Arakawa.
 

Arakawa mengucapkan hal itu melalui akun Twitter, yang lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang translator bernama Aya Watanabe (@vida_es_bella). Watanabe menghimpun beberapa tweet para korban gempa yang menunjukkan ketertiban dan rasa kesetiakawanan warga Jepang.

Masih di jalan raya, seorang pengguna jalan lain mengatakan, ia mengemudi selama 10 jam untuk pulang ke rumah saat gempa menghentak. Lalu lintas sangat padat. Namun, ia tidak mendengar bunyi klakson sekali pun.

"Yang terdengar hanyalah ucapan terima kasih antara satu sama lain, karena telah diberi jalan," katanya.

Sikap tetap tertib dan tidak emosional juga terlihat di stasiun-staiun kereta api. Seperti diberitakan, ketiga gempa terjadi, jaringan KA Tokyo Metro sempat menghentikan operasinya dengan alasan keselamatan penumpang. Banyak penumpang yang terlantar di stasiun. Namun, mereka tetap menunggu dengan sabar sampai KA dapat beroperasi kembali. Para penumpang juga senang dengan cara petugas KA yang tetap melayani mereka dengan senyuman.

Seorang warga Jepang yang ingin menempuh perjalanan dari Oedo menuju Hikari Gaoka mengatakan, stasiun sangat penuh dengan penumpang. Sampai-sampai ada penumpang yang menunggu di luar gerbang tiket. Akan tetapi, semua tertib dan mengikuti arahan petugas stasiun.

"Kami membentuk garis sempurna. Tidak ada tali partisi. Tapi kami memberikan ruang untuk orang lain berjalan. Semua orang mengikuti petunjuk yang diberikan oleh staf stasiun. Ketenangan ini sangat mutlak dan nyata. Saya kagum dengan kekuatan mental orang-orang ini," katanya.

Nilai Buddha dan Shinto


John Nelson, seorang pakar kawasan Asia dari University of San Francisco, AS, menjelaskan fenomena tersebut. Ia mengatakan, orang Jepang tidak akan meratapi yang sudah terjadi. "Mereka malah bertanya, apakah yang perlu dilakukan selanjutnya," tuturnya.

Nelson melanjutkan, masyarakat Jepang (khususnya dalam kasus-kasus) tertentu, memegang nilai-nilai tradisional. "Ada ucapan terkenal di Jepang bahwa orang-orang akan kembali ke dewa-dewa jika sedang dalam kesulitan. Dan saya kira itu yang kita lihat sekarang ini," lanjut Nelson. Ia menambahkan, acara-acara ritual Shinto dan Buddha memengaruhi kehidupan Jepang.

Duncan Williams, seorang biksu, juga memberi penjelasan. Pengaruh Buddha menjadi faktor utama di balik kesabaran, daya tahan, serta pengorbanan dalam sebuah tragedi.

Pernyataan-pernyataan di atas juga didukung oleh Ian Reader, profesor ahli Jepang dari University of Manchester (Inggris), serta Brian Bocking, pakar budaya Asia dari University College Cork (Irlandia).
 
Source: detiknews, kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar